Cara mendulang emas dari komputer bekas

Terutama digunakan dalam perhiasan, emas (simbol kimia Au) juga digunakan secara umum di bidang manufaktur (industri elektronik dan komputer khususnya) karena sangat baik dalam hal konduktivitas panas dan listrik, ketahanan terhadap oksidasi, dan inalterability. Industri komputer menggunakan beberapa ratus ton (318 ton pada tahun 2003, misalnya) dalam unsur setiap tahun.

Logam mulia ditemukan di hampir semua komponen komputer – prosesor, motherboard, kartu grafis, DIMM memori, dan lain sebagainya. Tentu saja, jumlah yang digunakan di setiap bagian sangat kecil. Tetapi dengan harga emas meroket dalam beberapa tahun terakhir, itu menjadi harga lebih dan lebih ekonomis juga layak untuk menambang emas dari komponen elektronik dan komputer bekas seperti itu. Itulah mengapa perusahaan-perusahaan khusus bermunculan untuk melakukan hal ini.

 Sekarang, kami akan menunjukkan kepada Anda bagaimana kita mendulang emas dari motherboard lama menggunakan metode “do-it-yourself” (lakukan sendiri) . Harap diperhatikan: bahan kimia yang digunakan dalam demonstrasi ini adalah sangat berbahaya, terutama pada konsentrasi yang digunakan. Oleh karena itu, kami sangat menyarankan anda mencoba untuk mereproduksi percobaan ini di rumah.
 Emas ditemukan di berbagai tempat pada motherboard: konektor IDE, slot PCI Express, PCI, AGP, ISA, dan port2 lain, pin jumper, soket prosesor, dan slot DIMM (SIMM di motherboard yang lebih tua).
Semua konektor ini sering ditutupi dengan lapisan emas beberapa mikron tebalnya, disimpan dengan cara flashing atau pelapisan.
 Jadi, tahap pertama dari percobaan ini adalah untuk mengumpulkan semua pin dan konektor. Kita perlu tang dan cutter, obeng datar dan bunga (Philips), dan lainya…
 Kita memerlukan banyak pin dan konektor dll, makanya kumpulin sebanyak mungkin barang bekas motherboar dr donor anda.
 Bersama dengan beberapa peralatan dan bahan kimia
 Untuk mendapatkan beberapa mikrogram emas yang tersimpan di pin, kita akan menggunakan metode sel elektrolitik. Nampan kaca ini terdiri dari 95% larutan asam sulfat. Katoda dinampan dan anoda di pin tembaga. ( lihat gambar )
 Dengan menjalankan arus listrik melalui sel, dengan menggunakan pengisi baterai biasa, tembaga anoda (jepit di pin) larut dan diendapkan pada katoda di nampan. Emas, terlepas dari tembaga, akan membentuk sedimen di bagian bawah sel nampan. perlu dicatat bahwa suhu bak meningkat secara signifikan selama proses ini.
 Setelah semua pin kita mandikan atau celupin dan emasnya sudah terlepas, diamkan dulu sebentar bak mandi kita, agar mengendap emasnya dibawah, lalu larutan asam sulfat tadi kita simpan sebanyak mungkin sampai tersisa ampas emas dibawah nampan (bak).
 Hati-hati untuk menuangkan asam ke dalam air, dan bukan sebaliknya! Jika Anda salah melakukannya, pertama tetesan air yang menyentuh permukaan asam sulfat akan segera menguap dan dapat menyebabkan percikan asam. jadi tuang asam ke air dan bukan air tuang ke dalam larutan asam!.
 dan menghasilkan cairan sulfat yang encer, berbagai logam ( termasuk emas ) dan sampah lain perlu disaring terlebih dahulu, kenapa kita tidak langsung menyaringnya? karena saringan sulit untuk menyaring cairan yg kental.
 Yang tersisa di filter adalah campuran dari berbagai logam dan kotoran. sekarang semuanya larutkan dalam campuran asam klorida 35% dan pemutih klorin (sodium hipoklorit) sebesar 5%, dalam proporsi 2: 1.
dimana: 2 HCl + NaClO -> Cl2 + NaCl + H2O
 Hati-hati! Reaksi sangat eksotermik dan menghasilkan klorin, gas yang sangat berbahaya. Gas khlor digunakan sebagai senjata kimia selama Perang Dunia pertama, di namakan bertholite.
 nyatanya, klorin diproduksi oleh pencampuran asam klorida dan pemutih klorin inilah yang akan melarutkan emas dan membentuk klorida emas (III).
dimana: 2 Au + 3 Cl2 -> 2 AuCl3
 Sekarang, yang perlu kita lakukan adalah menyaring semuanya sekali lagi. Filter akan mempertahankan semua kotoran, hanya menyisakan emas (III) larutan klorida.
 Untuk menghasilkan emas metalik, kita perlu untuk mengendapkan emas yang berada didalam larutan, kita gunakan bubuk sodium metabisulfite, dengan adanya air, sodium metabisulfite akan menghasilkan sodium bisulfite.
dimana: Na2S2O5 + H2O –> 2 NaHSO3
sodium bisulfite ini yang akan mengendapkan emas.
dimana:3 NaHSO3 + 2 AuCl3 + 3 H2O –> 3 NaHSO4 + 6 HCl + 2 Au
 sekarang kita diamkan, lihat endapan bubuk coklat dibagian bawah gelas, hati2 jangan kita hilang barang sedikitpun, itulah EMAS metalik!.
 lalu yang perlu kita lakukan ialah mencairkan bubuk ini dalam wadah lain, Titik lebur emas adalah sekitar 1064 ° C (1947,52 ° F), sebuah pembakar bertenaga gas oxy-butane dapat melakukan tugas ini.

Lihatlah hasilnya, butiran emas!, secara ekonomis apakah ini akan menjadi masalah?, tentu saja tidak, proses ini hanya layak digunakan pada skala industri, butiran emas kecil yang kita hasilkan hanya benilai beberapa ratus ribu saja, pada kenyataanya, pabrik pengolahan limbah seperti ini menggunakan tehnik dan bahan kimia yang lebih berbahaya, tips ini menarik dan menyenangkan bukan? agar kita tahu bahwa bisa menghasilkan tambang emas sendiri dari bahan bahan komputer bekas sendiri.

Nambang Emas Pakai Ijuk Hasilkan Lebih Banyak dan Bebas Merkuri, Seperti Apa?

Proses konsentrasi gravitasi menambang emas pakai ijuk. Foto: Yayasan Tambuhak Sinta
 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) berkomitmen menghapus penggunaan merkuri oleh penambang emas skala kecil (PESK) pada 2018.
Sejauh ini, sudah ada rencana aksi nasional PESK, harmonisasi kebijakan dengan sektor terkait, pengembangan teknologi alternatif bebas merkuri, serta pelatihan kepada penambang.
Satu lagi, pemerintah juga bekerjasama dengan Yayasan Tambuhak Sinta (YTS), Kalimantan Tengah, menerapkan teknologi menambang emas tanpa merkuri. Cara ini dinamakan metode manado. Ia sudah diterapkan di Pototano, pelabuhan sunyi di Sumbawa Barat, bagian timur Indonesia.
Mayoritas masyarakat mencari nafkah dari laut. Namun perhatian mereka mulai beralih ke daratan, pada emas yang terkandung di perbukitan. Penambang berbondong-bondong datang ke Sumbawa mencari emas.
YTS memperkenalkan metode manado. Para penambang bisa menghasilkan lebih banyak emas tanpa menggunakan air raksa.  “Mereka harus lihat proses terlebih dahulu. Hanya dengan bekerja bersama mereka, kami bisa meyakinkan metode manado bisa menghasilkan emas lebih daripada menggunakan raksa,” kata Sumali Agrawal, Direktur Eksekutif YTS.
Sebuah video berdurasi 17 menit menjelaskan bagaimana mendapatkan manfaat ekonomi bagi penambang emas skala kecil dengan mengeliminasi penggunaan air raksa. Video ini mendokumentasikan inovasi pemanfaatan ijuk hitam dari pohon gula aren sebagai metode menangkap dan mengkonsentrat emas.
Emas yang dihasilkan dari metode manado. Hasil tambang bisa lebih banyak dari menggunakan mercuri. Foto: Yayasan Tambuhak Sinta
Ijuk, kata Sumali, salah satu alternatif pengganti merkuri dalam menambang emas. “Barang lokal, murah, dan penambang bisa mendapatkan ekstraksi lebih tinggi.”
Pengolahan emas tanpa merkuri menggunakan peralatan yang sama seperti penambang biasa. Tidak ada tambahan biaya. “Bedanya, tidak boleh masukkan merkuri ke tromol dan mengganti dengan ijuk. Beberapa kali percobaan, hasilnya penambang bisa mendapatkan hasil dua sampai empat kali lebih banyak dari biasa.” Dengan metode ini, batuan yang didapat penambang bisa dihaluskan tanpa menggunakan raksa.
Caranya, setelah diambil dari pohon, ijuk dipotong-potong. Lidi-lidi yang lepas, dibuang. Ujung tidak bisa dipakai. Yang dipakai bagian tengah saja dan pemotongan harus rapi.
Ijuk dipasang di kasbok yang dirangkai pada gelondong (alat penghancur batuan). Cara pasang ijuk dari bawah ke atas, seperti susun genteng. Setelah disusun rapi, ijuk ditahan oleh kayu. Selain berfungsi menahan ijuk, kayu juga menahan konsentrat yang meluncur dari air. Air tidak langsung ke bawah, tetapi tertahan di kayu, dari atas air kental, makin ke bawah makin encer. Ada lima kayu sebagai penyaring. Air encer sudah tak mengandung emas ditampung dalam bak pembuangan.
Proses ini dinamakan konsentrasi gravitasi. Ketika keluar dari gelondong, air langsung menuju kasbok. Ijuk menangkap emas dengan mudah dan cepat. Emas yang paling haluspun tidak terbuang. “Dari 10 karung batuan, kita bisa dapatkan satu karung konsentrat dan tidak ada emas terbuang. Waktu yang dibutuhkan dengan cara ini kurang lebih sama jika menggunakan mercuri,” kata Sumali.
Setelah selesai, ijuk digulung dan dicuci. Digoyang-goyang sampai turun semua pasir di dalamnya. Lembar ijuk masih bisa dipakai berkali-kali. Sumali menjamin akan lebih banyak emas yang dihasilkan. Kasbok juga dicuci untuk menampung seluruh konsentrat. Konsentrat diproses di kolam pendulangan.
Berikutnya, proses separasi gravitasi, yakni mendulang emas. Beberapa peralatan bisa digunakan, paling sederhana dulang. Peralatan lain bisa meja goyang maupun sentrifugal. Bila pakai dulang, harus pelan-pelan agar emas tidak terikut lumpur.
Dari mendulang,  dihasilkan emas kecil dan halus, biasa disebut emas debu, yang tidak bisa tertangkap bila menggunakan mercuri. “Itulah mengapa pakai ijuk hasil bisa dua kali lipat.”
Selesai mendulang, emas dipindahkan ke pembungkus plastik. Proses terakhir peleburan. Emas dibakar menggunakan borax agar tidak terlalu lengket. Selain peleburan, emas bisa diperoleh dengan melarutkan dalam cairan asam (sianida).
Sayangnya,  sianida bersifat mematikan dan harus ditangani dengan hati-hati, meskipun bisa terurai menjadi karbon, hidrogen dan oksigen dalam jangka waktu tertentu.
Pendulang emas di SUmbawa Barat yang sudah menggunakan metode manado. Foto: Yayasan Tambuhak Sinta
 Kini YTS, sedang membangun pusat ujicoba penggunaan ijuk sebagai ganti merkuri di Desa Kebon Sari, Pacitan. Ini wilayah penambangan rakyat. Hasilnya, akan dipublikasikan pada Desember 2015.
“Bukan mudah memperkenalkan teknologi kepada penambang. Pasti ada transisi. Bila tak mungkin langsung bebas merkuri, setidaknya tidak tambah merkuri dalam konsentrat. Kita harus cari solusi bersama mengatasi maraknya penggunaan merkuri,” ucap Sumali.
Inilah bahaya mercuri
Merkuri merupakan logam berat berwarna perak, berbentuk cair dalam suhu ruangan, mudah menguap dan tidak mudah terurai. Paparan air raksa berdampak sangat serius bagi tubuh manusia, dari keracunan hingga gangguan kesehatan permanen alias tidak dapat disembuhkan.
Mercuri dapat menyebabkan gangguan tidur, nyeri dada, iritasi, kulit terbakar, gusi bengkak dan berdarah, serta air liur berlebihan. Pada paparan lebih tinggi dapat memunculkan gejala mati rasa dan kesemutan, tremor dan gangguan koordinasi anggota gerak, penglihatan dan pendengaran berkurang, pikun, dan perubahan kepribadian.
Raksa juga dapat mengakibatkan cacat mental dan kesulitan belajar, kelumpuhan otak, kejang-kejang, lumpuh kayu, tremor (gemetar), dan kurang koordinasi tubuh, juga kerusakan penglihatan dan pendengaran pada bayi yang belum lahir jika sang ibu terpapar. Selain itu, air mercuri bisa terkandung dalam air susu ibu, yang mengakibatkan bayi baru lahir makin terpapar.
Orang-orang dan masyarakat yang langsung terpapar mercuri melalui pekerjaan mereka dan industri lokal paling berisiko. Janin, dan anak-anak kecil sangat sensitif paparan mercuri karena sistem syaraf mereka masih rawan. Karena itu, ibu-ibu baru melahirkan, ibu-ibu hamil dan calon ibu hamil harus waspada bahaya air raksa.
“YTS konsen mencegah penggunaan mercuri di Indonesia,” kata Sumali. Mereka sedang mendistribusikan peralatan daur ulang mercuri di beberapa daerah di Kalteng. “Untuk mengurangi pencemaran raksa dari penambangan emas skala kecil.”
Program raksa YTS sudah mengurangi pencemaran mercuri di desa-desa di enam kabupaten, di Kota Palangkaraya. “Kami mulai sejak 2006 di Katingan. Lebih lima tahun, peralatan kami berhasil mencegah 15.000 kilogram emisi mercuri ke lingkungan. Dengan menyediakan teknologi sederhana, murah, dan cocok bagi mereka yang terlibat.”

Proses separasi grafitasi menggunakan meja goyang. Foto: Yayasan Tambuhak Sinta

Proses sgrafitasi menggunakan dulang. Foto: Yayasan Tambuhak Sinta

Pusat ujicoba pengolahan emas tanpa air raksa. Foto: pusat ujicoba pengolahan emas tanpa air raksa

2 type endapan/cebakan emas


ada dua type endapan atau yang disebut dengan cebakan yaitu : Endapan primer / Cebakan Primer dan Endapan plaser / Cebakan Sekunder

cebakan secara primer adalah yang penyebarannya mengikuti jalur-jalur busur magmatik.Cebakan emas primer dapat ditambang secara tambang terbuka ( open pit ) maupun tambang bawah tanah ( underground minning ). Cebakan primer merupakan cebakan yang terbentuk bersamaan dengan proses pembentukan batuan. Salah satu tipe cebakan primer yang biasa dilakukan pada penambangan skala kecil adalah bijih tipe vein ( urat ), yang umumnya dilakukan dengan teknik penambangan bawah tanah terutama metode gophering / coyoting ( di Indonesia disebut lubang tikus ). Penambangan dengan sistem tambang bawah tanah (underground), dengan membuat lubang bukaan mendatar berupa terowongan (tunnel) dan bukaan vertikal berupa sumuran (shaft) sebagai akses masuk ke dalam tambang. Penambangan dilakukan dengan menggunakan peralatan sederhana ( seperti pahat, palu, cangkul, linggis, belincong ) dan dilakukan secara selectif untuk memilih bijih yang mengandung emas baik yang berkadar rendah maupun yang berkadar tinggi.

Terhadap batuan yang ditemukan, dilakukan proses peremukan batuan atau penggerusan, selanjutnya dilakukan sianidasi atau amalgamasi, sedangkan untuk tipe penambangan sekunder umumnya dapat langsung dilakukan sianidasi atau amalgamasi karena sudah dalam bentuk butiran halus.
Beberapa karakteristik dari bijih tipe vein ( urat ) yang mempengaruhi teknik penambangan antara lain :
  1. Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan urat.
  2. Mineral bijih dapat berupa kristal-kristal yang kasar.
  3. Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit sehingga rentan dengan pengotoran ( dilution ).
  4. Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan zona geser (regangan), sehingga pada kondisi ini memungkinkan terjadinya efek dilution pada batuan samping.
  5. Perbedaan assay ( kadar ) antara urat dan batuan samping pada umumnya tajam, berhubungan dengan kontak dengan batuan samping, impregnasi pada batuan samping, serta pola urat yang menjari ( bercabang ).
  6. Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai rentang yang terbatas, serta mempunyai kadar yang sangat erratic ( acak / tidak beraturan ) dan sulit diprediksi.
  7. Kebanyakan urat relatif keras dan bersifat brittle.
Dengan memperhatikan karakteristik tersebut, metode penambangan yang umum diterapkan adalah tambang bawah tanah ( underground ) dengan metode Gophering, yaitu suatu cara penambangan yang tidak sistematis, tidak perlu mengadakan persiapan-persiapan penambangan ( development works ) dan arah penggalian hanya mengikuti arah larinya cebakan bijih. Oleh karena itu ukuran lubang ( stope ) juga tidak tentu, tergantung dari ukuran cebakan bijih di tempat itu dan umumnya tanpa penyanggaan yang baik.
Cara penambangan ini umumnya tanpa penyangga yang memadai dan penggalian umumnya dilakukan tanpa alat-alat mekanis. Metode tambang emas seperti ini umum diterapkan di berbagai daerah operasitambang rakyat di Indonesia, seperti di Ciguha,Pongkor-Bogor; GunungPeti,Cisolok-Sukabumi;  Gunung Subang,Tanggeung-Cianjur; Cikajang-Garut; Cikidang,Cikotok-Lebak; Cineam-Tasikmalaya; Kokap-Kulonprogo; Selogiri-Wonogiri; Punung-Pacitan; Tatelu-Menado; BatuGelas,RataTotok-Minahasa; Bajuin-TanahLaut; Perenggean-PalangkaRaya; Ketenong-Lebong;  dan lain-lain. 

Penambangan dilakukan secara sederhana, tanpa development works, dan langsung menggali cebakan bijih menuruti arah dan bentuk alamiahnya. Bila cebakan bijih tersebut tidak homogen, kadang-kadang terpaksa ditinggalkan pillar yang tak teratur dari bagian-bagian yang miskin.



Cebakan sekunder merupakan hasil erosi cebakan primer yang kemudian di endapkan kembali di sekitarnya. Tidak semua mineral dapat menghasilkan cebakan sekunder. Ada logam yang tidak tahan terhadap suhu dan gas-gas yang terdapat di udara pada permukaan bumi. Proses kimia dan fisika atau pelapukan akan menghancurkan logam tersebut. Tetapi, ada logam yang tahan terhadap kondisi pelapukan, antara lain emas dan timah. Karena itulah kedua mineral ini sering terdapat dalam cebakan sekunder yang bercampur dengan rombakan batuan. cebakan emas sekunder umumnya ditambang secara tambang terbuka.


Cara  menambang endapan sekunder relatif mudah, cukup dengan mendulang dan menggunakan kekuatan air. Karena itu, banyak sekali rakyat yang mencari nafkah dengan melakukan penambangan emas sekunder melalui pendulangan. Diperkirakan ratuasan ribu orang menggantungkan hidupnya dari penambangan dengan cara ini. Pertambangan semacam ini, dalam peraturan perundang-undangan dinamakan pertambangan rakyat. Tidak terbitnya administrasi, sering kali  membuat pertambangan jenis ini di sebut sebagai pertambangan tanpa izin (PETI). Padahal, terdapat peraturan perundangan yang sebenarnya melindungi kegiatan pertambangan rakyat semacam ini, seperti yyang termaksud dalam UU no 11 tahun 1967 tentang pokok-pokok pertambangan. Pertambangan rakyat yang sah berdasarkan UU tersebut adalah pertambangan yang di lakukan di daerah yang telah di tetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat atau WPR. Ketepan ini dilakukan oleh menteri atas usul dari gubernur.

Karena penggunaan teknologi sederhana, pertambangan rakat pada umumnya merusak lingkungan. Kerusakan bukan saja secara fisik, yaitu dengan merusak dasar sungai, membuang bekas galian dan meninggalkan lubang galian, tetapi secara kimiawi juga mencemar air sungai karena rakyat mengolah emas dengan menggunakan bahan kimia berbahaya seperti sianida dan air raksa. Seberapa jauh pencemaran membahayakan penduduk perlu di teliti lebih lanjut, sebab dampaknya terhadap kesehatan manusia mungkin baru di rasakan sesudah beberapa tahun kemudian. Kasus penyakit minamata yang menjakiti penduduk Jepang bisa di jadikan pelajaran untuk mewaspadai pencemaran lingkungan akibat pengotoran oleh air raksa.

Kegiatan penambangan emas sekunder sebenarnya merupakan penuntun untuk mencari cebakan emas primer yang lebih banyak dan lebih kaya, karena cebakan primer memang induk dari endapan sekunder. Secara topografis, cebakan yang terbentuk secara sekunder akan berada pada bagian yang lebih bawah dari pada tempat terdapatnya cebakan primer. Kemudian, karena berat jenisnya, cebakan sekunder akan bergabung dengan rombakan batuan yang ukurannya kasar yang biasanya terdapat di sungai atau lembah. Endapan batuan semacam itu dinamakan endapan aluvium atau aluvial. Karena itu sering kali cebakan emas sekunder di kenal pula sebagai endapan emas aluvial (alluvial gold deposit). Dalam mencari emas atau timah, di samping mencari aluvium muda yang terdapat di sungai-sungai, sebagai penuntun di pakai juga adanya aluvium tua pada bekas sungi, bekas alur dan bagian lekuk di lepas pantai.

Cara yang sama dilakukan dalam pencarian intan. Sayang sekali, intan kalimantan tidak di ketahui asalnya. Cebakan intan primer seperti di Afrika Selatan terbentuk di bagian yang sangat dalam  dari pipa kepundan gunung api. Di tempat itu suhu dan tekanannya amat tinggoi, kondisi yang diperlukan dalam pembentukan intan. Tingkat erosi di kalimantan di perkirakan belum mencapai akar pipa kepundan gunung api, sehingga batuan yang membawa intan atau kimberlit belum muncul kepermukaan. Namun, pertanyaannya, dari mana intan atau sekunder di Kalimantan itu ? Apakah datang dari tempat lain, dan karena hanyutnya kerak bumi maka sekarang terpisah jauh dari tempat asalnya ? Para ahli masih berspekulasi dalam memecahkan masalah ini. Dengan memanfaatkan data geofisika yang bisa menembus agak jauh kedalam perut bumi, batuan kimberlit yang belum tersingkap itu diperkirakan akan dapat dideteksi. Dalam hal ini data geofisiksa yang menunjukkan adanya bentuk circularu atau membulat memberikan harapan akan keberadaan batuan tersebut.